a a a a a a a a a

021-7486857708 111 30000 88Info@reyandco.co.idIDEN
The Logo
 Publication rnc 1

Ketika Pemeriksaan Pajak Tanpa Surat: Potret Penyalahgunaan Wewenang yang Merugikan Masyarakat

Ketika Pemeriksaan Pajak Tanpa Surat: Potret Penyalahgunaan Wewenang yang Merugikan Masyarakat
Ketika Pemeriksaan Pajak Tanpa Surat: Potret Penyalahgunaan Wewenang yang Merugikan Masyarakat
Article Ketika Pemeriksaan Pajak Tanpa Surat: Potret Penyalahgunaan Wewenang yang Merugikan Masyarakat

Penulis : Fhilipo Reynara Faloygama, S.H.

Tangerang Selatan – Oktober 2025.
Kasus hukum antara Johan Antonius melawan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bojonegoro kembali menyoroti lemahnya integritas birokrasi dan pengabaian terhadap prinsip dasar administrasi pemerintahan. Gugatan yang diajukan Penggugat membuka tabir praktik pemeriksaan pajak yang dilakukan tanpa dasar kewenangan, tanpa prosedur sah, bahkan tanpa pemberitahuan resmi kepada pihak yang diperiksa.

 

1. Pemeriksaan Pajak Tanpa SP2L: Cacat Hukum Sejak Awal

Dalam berkas gugatan yang diterima pengadilan, Penggugat menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (SP2L) —dokumen wajib sebelum pemeriksaan pajak dilakukan— tidak pernah disampaikan kepadanya.

Lebih ironis lagi, pihak KPP Pratama Bojonegoro mengakui bahwa SP2L dikirim kepada pihak lain yang bukan wajib pajak bersangkutan. Dengan kata lain, pemeriksaan pajak dilakukan tanpa dasar hukum dan tanpa pemberitahuan sah.

Padahal, sesuai Pasal 105 PMK 18 Tahun 2021 jo. Pasal 11 huruf a dan b PMK 184 Tahun 2015, pemeriksa pajak wajib menyampaikan SP2L langsung kepada wajib pajak serta memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa.

Tanpa pemenuhan formalitas ini, pemeriksaan dianggap cacat hukum, dan pejabat pajak tidak berwenang melanjutkan tindakan apa pun.

2. Unsur Penyalahgunaan Wewenang dalam Pemeriksaan Pajak

Penggugat berpendapat bahwa pelanggaran ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP).


Pasal tersebut melarang pejabat publik bertindak sewenang-wenang. Dengan tidak menyampaikan SP2L kepada pihak yang sah, pejabat pajak dianggap melanggar asas kepastian hukum dan kecermatan administratif.

Sebagai tambahan, pemeriksaan tanpa dasar hukum dapat dikategorikan sebagai perbuatan melampaui kewenangan, yang berdampak langsung pada keabsahan hasil pemeriksaan dan surat ketetapan pajak yang diterbitkan.

3. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang Tidak Sah

Selain pelanggaran pada tahap awal, Penggugat juga tidak pernah diundang secara sah untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) —tahapan penting bagi wajib pajak untuk memberikan tanggapan sebelum hasil pemeriksaan difinalisasi.

KPP Pratama Bojonegoro berdalih bahwa undangan telah dikirim lewat jasa pos. Namun, menurut Pasal 43 ayat (5) PMK 17 Tahun 2013 jo. PMK 18 Tahun 2021undangan PAHP hanya boleh disampaikan secara langsung atau melalui faksimile.

Artinya, penggunaan jasa pos tidak sah secara hukum. Akibatnya, hak wajib pajak untuk didengar dilanggar, dan hasil pemeriksaan yang dijadikan dasar penerbitan surat ketetapan menjadi tidak sah sebagaimana Pasal 36 ayat (1) huruf d angka 2 UU KUP.

4. Pelanggaran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)

Kasus ini juga memperlihatkan pengabaian terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Dalam gugatan, dijelaskan bahwa tindakan KPP Bojonegoro telah melanggar sejumlah asas penting, antara lain:

  • Asas kepastian hukum
  • Asas kecermatan
  • Asas pelayanan yang baik
  • Asas larangan penyalahgunaan wewenang

Seharusnya, pejabat publik bertindak sebagai pelindung hak masyarakat, bukan sumber ketidakpastian hukum. Pemeriksaan pajak adalah sarana untuk menjamin kepatuhan fiskal secara adil, bukan alat penindasan birokratis yang dilakukan tanpa dasar hukum.

5. Seruan untuk Penegakan Akuntabilitas dan Transparansi

Ketika instansi pajak dapat mengabaikan kewajiban formal seperti penyampaian SP2L, yang tercederai bukan hanya wajib pajak, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan dan supremasi hukum.

Sudah saatnya Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan Komisi Yudisial menaruh perhatian serius terhadap praktik ini. Pemeriksaan tanpa dasar kewenangan adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan sistemik yang, jika dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi administrasi perpajakan.

Keadilan administratif tidak boleh berhenti di atas kertas. Ia harus hidup dalam tindakan nyata para pejabat negara, agar hukum benar-benar menjadi alat untuk melindungi masyarakat — bukan menindasnya.

Article Ketika Pemeriksaan Pajak Tanpa Surat: Potret Penyalahgunaan Wewenang yang Merugikan Masyarakat
Reviews System WIDGET PACK